Opini oleh : dr. Sonny (Residen Obstetri Ginekologi RS. dr. Soetomo Surabaya)
MEMASUKKAN SISWA DI AWAL AJARAN BARU AKAN MENCIPTAKAN KLASTER BARU (bagian 4)
Disaring ulang oleh : Agung Santoso
Apenso Indonesia
Sekolah jarak jauh menjadi opsi pilihan untuk mencegah infeksi Covid-19 di lingkungan sekolah.
Mendikbud Nadiem Makarim pernah mengemukakan dampak Covid-19 akan mempengaruhi Pendidikan Indonesia akan berlangsung jarak jauh hingga setidaknya tahun 2021.
Namun belakangan ini muncul wacana dari kemendikbud bahwa sekolah akan dibuka pada Juli 2020.
Wacana sekolah masuk kembali seiring dengan adanya wacana yang digulirkan oleh pemerintah terkait bersahabat dengan Covid-19, membangun kehidupan baru yang berdampingan dengan Virus Covid-19, bahasa kerennya ‘New Normal’.
Namun, perlu dicermati kembali dengan sangat hati-hati bahwa keputusan ini bukanlah sesuatu yang mudah. Karena ini sangat menentukan keberlangsungan generasi muda Indonesia. Dan menurut hemat saya tidak ada urgensinya membuka sekolah kembali di tengah pandemi yang belum terkendali.
Rilis pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia beberapa waktu lalu mengatakan tingginya angka kematian Covid-19 di Indonesia. Bahkan kematian anak di Indonesia akibat Covid-19 ini tertinggi se Asia pasifik.
Kondisi ini terjadi, padahal Indonesia belum berada di puncak pandemi.
Ada beberapa opsi yang harus dipertimbangkan. Pertama, Karakter virus Covid-19, seperti pernah ditulis oleh dr. Bambang Budiono, SpJP.
Virus Covid-19 ini merupakan virus yang memiliki karakteristik dasamuka. Salah satu cirinya yakni memiliki spektrum klinis bervariasi dari tanpa gejala, gejala ringan hingga gejala berat yakni pneumonia.
Lebih dari 30 % virus Covid-19 tidak bergejala. Artinya kontrol dalam pencegahan infeksi Covid-19 ini sangat sulit.
Ini sangat tidak adil untuk para guru, siswa, dan keluarganya di rumah, siapapun terinfeksi, bila beruntung akan bergejala ringan. Risiko terbesar kematian itu sendiri dan bisa menularkan kepada keluarga.
Fakta di Rumah Sakit, tenaga medis saja bisa berjatuhan, apalagi membuka sekolah yang notabene bukan orang kesehatan. Akan ada kluster baru yang akan membunuh guru dan juga siswa.
Kedua, Teknis belajar mengajar sulit. Tidaklah mudah untuk memberlakukan pembelajaran baik formal atau informal sebagaimana era sebelum pandemi.
Dalam satu kelas misalkan ada 32 siswa dan satu guru. Sang guru akan terbebani untuk mengawasi 32 siswa ini agar tidak terjadi kontak.
Sementara murid sulit fokus karena memakai ‘topeng’ pelindung wajah. Imbasnya daya serap pun tidak akan seperti era sebelum Covid-19.
Bila ada satu siswa saja yang bandel, guru bisa berbuat apa?
Ketiga, lingkungan sekolah terkontaminasi. Guru tidak bisa mengontrol apakah siswa mempunyai lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar rumahnya apakah memenuhi standar protokol kesehatan.
Ini akan seperti mimpi buruk sepanjang waktu, apakah murid saya semuanya sehat. Akumulasi dari siswa yang mungkin menderita Covid-19 ini akan mencemari lingkungan sekolah, dan untuk mengontrol hal ini membutuhkan tenaga dan anggaran yang tidak sedikit.
Bila memang tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, rasa-rasanya untuk mencapai Indonesia cerdas di era pandemi tidak harus kembali pada cara-cara lama.
Siswa berada pada dua ruang, yakni ruang keluarga, dan ruang sekolah. Jembatan penghubungnya sudah jelas yakni fasilitas digital, kelas online, atau ruang maya.
Siswa lebih mudah dikontrol baik dalam lingkungan keluarga. Orang tua memang memiliki peran ganda yakni ikut serta menjadi guru bagi anak-anaknya, saya rasa ini sangat mulia dan banyak sisi baiknya.
Insyaallah Mendikbud kita, Nadiem Makarim CEO aplikasi digital ini sangat mumpuni untuk memperkuat relasi siswa, orang tua, dan guru/sekolah dengan pengembangan aplikasi atau program teleeducation.
Di era pandemi ini persoalan kesehatan, persoalan kemanusiaan merupakan prioritas diatas segala-galanya.
Jangan sampai kita salah melangkah hingga generasi mudah merana. Tetap kita di rumah aja, stay safe, bila kita masih merasa kurang dengan apa yang kita dapatkan dalam hal pendidikan.
Kita masih bisa membangun pendidikan dan peradaban Indonesia kembali pasca pandemi.
0 Komentar