Sinau Jowo
By: apensoindonesia.com
SABDO SRI PRABU BROWIJOYO
SERAT SABDO PALON SINOM
(1)
Pada sira ngelingana,
Carita ing nguni-nguni,
Kang kocap ing serat babad,
Babad nagri Mojopahit,
Nalika duking nguni,
Sang-a Bhrawijaya Prabu
Pan Samya pepanggihan,
Kaliyan Njeng Sunan Kali,
Sabdo Palon Naya Genggong rencangira.
Ingatlah semua,
Kisah lama ,
Yang tertulis dalam buku-buku babad,
Yakni tentang negeri kesultanan Majapahit,
Pada waktu itu,
Gusti Kanjenng Shri Sultan Bhrawijaya (v),
Mengadakan perjanjian (pertemuan),
Dengan Gusti Kanjeng Sunan Kalijaga,
Membahas Firman Tuhan YME dan budi pekerti mulia.
(2)
Sang-a Prabu Bhrawijaya,
Sabdanira arum manis,
Nuntun dhateng ponokawan,
Sabdo palon paran karsi,
Jenengsun sapuniki,
Wus ngrasuk agama Rosul,
Heh, ta kakang manira,
Meluwa agama suci
Luwih becik iki agama kang mulya.
Shri Sultan Bhrawijaya (v),
Seorang sultan yang lemah lembut tutur katanya,
Pamomong dan membimbing rakyat kawulanya,
Firman Tuhan menjadi arah tujuannya,
Seluruh keinginannya,
Sekarang pahamlah saya prihal agama Rosulullah Muhammad SAW ini,
Wahai para rakyat kawula yang sangat saya kasihi,
Ikutilah kesucian dari islam,
Lebih baik ini agama islam agama kemulian.
(3)
Sabdo palon matur sugal,
Yen kawula boten arsi,
Ngrasuka agama Islam,
Wit kulo puniki yekti,
Ratuning Dang Hyang Jawi,
Momong Marang anak putu,
Sagung kang para Nata,
Kang jumeneng ing Tanah Jawi,
Wus pinasthi sayekti Kulo pisahan.
Dijelaskan dalam Firman Tuhan Yang Maha Menetapkan,
Rakyat kawula jangan sampai meninggalkan,
Menjalankan kesucian agama Islam,
Karena agama islam adalah keyakinan
Seluruh cikal-bakal para raja / sultan di Jawa / Nuswantara,
Membimbing anak cucu,
Semua sultan raja,
Di tanah Jawa,
Jika saya sampai terpisahkan dengan semua itu.
(4)
Klawan Paduka Sang Nata,
Wangsul maring sunya ruri,
Mung kula matur petungna,
Ing benjang sakpungkur mami,
Yen wus prapta kang wanci,
Jangkep gangsal atus tahun,
wit ing dinten punika,
Kula gantos kang agami,
Gama Budha kula sebar tanah Jawa.
Pasti saya akan terpisah dari tuhan YME,
Ketika pulang ke alam ruhani,
Oleh karena itu perhatikanlah sabda saya ini,
Kelak jika saya telah meninggal,
Jika telah datang saatnya,
Genap 500 tahun,
Sejak hari itu,
Saya akan meluruskan agama ini,
Dengan islam (yang menjujung akhlak budi pekerti), dan saya akan sebarkan ke seluruh tanah Jawa / Nuswantara.
(5)
Sinten tan purun nganggeya,
Yekti kula rusak sami,
Sun sajekken putu kula,
Berkasakan rupi-rupi,
Dereng lega kang ati,
Yen durung lebur atempur
Kula damel pratandha,
Pratandha tembayan mami,
Hardi Merapi yen wus njeblug mili lahar.
Siapa saja yang tidak meluhurkan akhlak budi pekerti,
Pasti akan dihancurkan,
Mereka menjadi santapan bagi cucu-cucu saya,
Namun yang menetapi berbagai macam kejahatan,
Mereka tidak akan lega hatinya,
Sebelum bertempur hingga hancur lebur,
Saya akan memberikan tanda-tanda,
Tanda sebagai ciri kedatangan mereka kini,
Yakni sebelum itu, gunung merapi meletus akan mengalirkan lahar.
(6)
Ngidul ngilen purugira,
Ngganda banger ingkang warih,
Nggih punika medal kula,
Wus nyebar agama budi,
Merapi janji mami,
Anggereng jagad satuhu,
Karsanireng Jawata,
Swadaya gilir gumanti,
Boten kenging kalamunta kaowahan.
Laharnya mengalir ke Barat Daya,
Semua air akan berbau bangkai,
Saat itulah saya akan datang,
Demi menyebarkan kembali Islam yang meluhurkan akhlak budi pekerti,
Menjelang kedatangan atau pemenuhan janji ini,
Seluruh alam akan mengerang,
Sudah menjadi kehendak Tuhan YME,
Bahwa semua kehidupan akan berganti,
Tidak mungkin diubah lagi, andaikan bisa diubah.
(7)
Sanget-sangeting sangsara,
Kang tuwuh ing tanah Jawi,
Sinengkalan tahunira,
Lawon Sapto Ngesthi Aji,
Upami nyabrang kali,
Prapteng tengah-tengahipun,
Kaline banjir bandhang,
Jerone nglebene jalmi,
Kathah sirna manungsa prapteng pralaya.
Saat itu hanya kesengsaraan,
Yang muncul di tanah Jawa,
Pada tahun,
Lawon sapta ngesthi Aji, yaitu tahun 1955 M,
Seperti orang-orang sedang menyebrangi sungai,
Setelah sampai di tengah,
Tiba-tiba datang banjir bandang,
Semuanya hanyut tersapu,
Banyak orang meninggal karena bencana ini.
(8)
Bebaya ingkang tumeka,
Warata sa tanah Jawi,
Ginawe kang paring gesang,
Tan kenging dipun singgahi,
Wit ing donya puniki,
Wonten ing sakwasanipun,
Sedaya prajawata,
Kinarya amertandhani,
Jagad iki yekti ana kang akarya.
Mara bahaya akan datang,
Merata keseluruh Jawa / Nuswantara,
Yang demikian itu ditimpakan oleh Allah yang memberi kehidupan,
Maka tidak mungkin ditolak,
Baik di dunia ini,
Maupun kelak di akhirat,
Semua mahluk ciptaan ini,
Merupakan ayat,
Bahwa alam semesta ada yang menciptakan.
(9)
Warna-warna kang bebaya,
Angrusaken Tanah Jawi,
Sagung tiyang nambut karya,
Pamedal boten nyekapi,
Priyayi yen beranti,
Saudagar tuna sadarum,
Wong glidhik ora mingsra,
Wong tani ora nyukupi,
Pametune akeh sirna aneng wana.
Macam-macam bencana,
Akan merusakan tanah Jawa / Nuswantara,
Orang-orang bekerja,
Tapi hasilnya tidak mencukupi,
Para priyayi banyak yang sakit asmara,
Para pedagang selalu rugi,
Orang sepertinya rajin bekerja, namun hasilnya tidak berkah,
Pertanian tidak lagi mampu mencukupi,
Hasilnya banyak hilang di hutan.
(10)
Bumi ilang berkatira,
Ama kathah kang ndhatengi,
Kayu kathah ingkang ilang,
Cinolong dening sujanmi,
Pan risaknya nglangkungi,
Karana rebut rinebut,
Risak tataning janma,
Yen ndalu grimis keh maling,
Yen rina-wa kathah tetiyang ambegal.
Bumi hilang berkahnya,
Banyak hama yang datang menyerang,
Kayu negeri ini banyak yang hilang,
Dicuri orang,
Keadaan akan lebih rusak lagi,
Karena orang saling berebut,
Benar-benar rusak harkat manusia,
Bila malam hari hujan gerimis, banyak pencurian,
Siang harinya banyak perampokan.
(11)
Heru hara sakeh janma,
Rebutan ngupaya mukti,
Tan ngetang anggering praja,
Tan tahan perihing ati,
Katungka praptaneki,
Pageblug ingkang linangkung,
Lelara ngambra-ambra,
Waradin saktanah Jawi,
Enjing sakit sorenya sampun pralaya.
Semua orang mengalami gegeran huru-hara,
Berebut mencari kekayaan,
Pemerintahan tidak mau memperdulikan,
Hati manusia menjadi pedih,
Tertimpa datangnya bala bencana,
Bala bencana yang sangat lama,
Penyakit tersebar,
di tanah Jawa,
Pagi sakit, sorenya mati.
(12)
Kesandung wohing pralaya,
Kaselak banjir ngemasi,
Udan barat salah mangsa,
Angin gung anggegirisi,
Kayu gung brasta sami,
Tinempuhing angin agung,
Kathah rebah amblasah,
Lepen-lepen samya banjir,
Lamon tinon pan kados samodra bena.
Akibat dari semua bencana ini,
Banjir akan datang mencemaskan,
Badai, hujan, angin salah musim,
Angin taufan besar mengerikan,
Pohon-pohon besar roboh semuanya
Diterpa angin taufan,
Ditimpa badai mengamuk,
Sungai-sungai meluap banjir,
Bila dilihat nyaris seperti lautan.
(13)
Alun minggah ing daratan,
Karya rusak tepis wiring,
Kang dumunung kering kanan,
Kajeng akeh ingkang keli,
Kang tumuwuh apinggir,
Samya kentir trusing laut,
Kabalebeg katut keli,
Gumalundhung gumludhug suwaranira
Ombak lautan meluap naik hingga ke daratan,
Merusakkan sekelilingnya,
Merusakkan kanan kirinya,
Kayu-kayu banyak yang hanyut,
Yang hidup di pinggir sungai,
Terbawa sampai ke laut,
Batu-batu besar ikut tergulung,
Riuh gemuruh suaranya.
(14)
Hardi agung-agung samya,
Huru-hara nggegirisi,
Gumlegar suwaranira,
Lahar wutah kanan kering,
Ambleber angelebi,
Nrajang wana lan desagung,
Manungsanya keh brasta,
Kebo sapi samya gusis,
Sirna gempang tan wonten mangga puliha.
Gunung-gunung besar pada hancur,
Goncang dan menakutkan,
Menggelegar-gelegar suaranya,
Lahar meluap ke kanan kiri,
Membenam,
Menghancurkan hutan dan desa,
Manusia banyak yang meninggal,
Kerbau dan sapi habis sama sekali,
Hancur lebur tidak ada yang tertinggal sedikitpun.
(15)
Lindu ping pitu sedina
Karya sisahing sujanmi,
Sitinipun samya nela,
Brekasakan kang ngelesi,
Anyeret sagung janmi,
Manungsa pating galuruh,
Kathah kang nandhang roga,
Warna-warna ingkang sakit,
Awis waras akeh kang prapteng pralaya.
Gempa bumi tujuh kali sehari,
Membuat susahnya hidup manusia,
Tanahpun terbelah menganga,
Manusia brekasakan menetapi kedurjanaan,
Menyeret manusia masuk ke dalam derita,
Manusia mengeluh di mana-mana,
Banyak sekali yang terkena penyakit,
Penyakitnya juga bermacam-macam,
Banyak yang tidak sembuh dan akhirnya mati.
(16)
Sabda Palon nulya mukswa,
Sakedhap boten kaeksi,
Wangsul ing jaman limunan,
Langkung ngungun Sri Bupati,
Njegreg tan bisa angling,
Ing manah langkung gegetun,
Keduwung lepatira,
Mupus karsaning Dewadi,
Kodrat iku sayekti tan kena owah.
Jika sudah demikian keadaannya, Firman Tuhan YME menghilang,
Sekejap saja sudah tidak tampak,
Ia kembali ke alam limunan,
Yang paling menyesali diri adalah para pemimpin,
Mereka tidak bisa berbuat apapun,
Sama sekali tidak bisa berbicara,
Tergulung oleh dosa dan kesalahannya,
Menyalahi kehendak Tuhan,
Kodrat itu nyata dan tidak mungkin diubah.
Sunan Prawoto
(35)
Denta ulun salat masjid datan ayun
Punika wong Arab
Balik tiyang Jawi
Salat kula inggih cara bangsa Jawa
Karenanya sholat saya tak hanya di masjid
Itulah orang Arab
Sedangkan orang Jawa
Sholat saya juga menggunakan cara orang Jawa
(36)
Siyang dalu amba Samadhi ing kalbu
Ngestu Wisnu Kresna
Tuwin Sang Hyang Sidajati
Ingsun gayuh campur tunggal lawan kita
Siang malam hamba selalu khusyuk
Mengharapkan Wisnu-Kresna
Serta Sang Hyang Sidajati
Kiranya dapat menyatu dengan-Mu
(37)
Gih punika amba sebut gama putus
Ran agama Budha
Tegese anganggep budi
Jatinipun Budha Islam padha uga
Itulah yang hamba sebut sebagai agama terakhir
Disebut juga sebagai Budha
Artinya memuliakan budi pekerti
Maka sesunguhnya Budha adalah Islam
(38)
Sang Hyang Wisnu Arab tegesipun Rosul
Yen Kresna Muhammad
Allah Sang Hyang Sidajati
Mung bedane tembung Arab lawan Jawa
Sang Hyang Wisnu dalam bahasa Arab disebut Rosul
Sedangkan Kresna disebut Muhammad
Allah disebut Sang Hyang sidajati
Hanya perbedaan antara bahasa Arab dan bahasa Jawa. *
-------
Asbabulnuzul sinom di atas:
-------
Asbabulnuzul sinom di atas:
Jangka Shri Sultan Browijoyo V
Sabdo Palon Noyo Genggong
Sabdo Palon atau biasa dipahami sebagai Sabdo Palon Noyo Genggong adalah sebuah serat. Ia merupakan oracle atau ucapan sabda seseorang. Serat ini dinisbatkan kepada beliau Shri Sultan Browijoyo V (1468-1560 M) atau Pangeran Bhre Kertabumi. Beliau adalah raja terakhir Kesultanan Majapahit dan sekaligus pendiri Kesultanan Demak Bintoro. Serat Sabdo Palon ini merupakan sebuah pupuh atau kumpulan kidung tembang. Ia dikidungkan dengan pupuh sinom. Yakni sejenis irama kidung yang ditujukan untuk menasihati kaum muda dan orang yang sedang dimabuk kejayaan dunia. Jenis kidung macapat sinom ini diciptakan oleh Sunan Giri.
Namun sebelumnya penting untuk menjelaskan bahwa terjemahan serat ini akan terasa berbeda. Hal ini dikarenakan saya menggunakan terjemahan dari Romo kyahi Cermo Pudjono. Beliau adalah seorang kyahi di Masjid Pathok Nagari Mulangi, Sleman, Ngayogyakarta Hadiningrat. Beliau adalah juga seorang dhalang Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat yang telah pensiun karena sepuh. Beliau pernah menggelar salah satu lakon sakral. Ketika itu yang diperkenankan menyaksikan hanyalah Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwana IX saja. Lakon itu merupakan bagian dari Kakawin Sutasoma, berjudul “Imandaya mukti”.
Menurut beliau kalimat Sabdo Palon Noyo Genggong (pupuh 1 baris terakhir) terjemahnya adalah demikian “sabdo minongko firman, Palon minongko Asmaning Gusti Alloh Tangala Ingkang Moho Hanetepaken, Noyo minongko ulat, Genggong minongko katon edi”. Maka Sabdo Palon artinya firman ketetapan Alloh Tangala. Noyo Genggong artinya akhlak budi pekerti yang indah dipandang mata (qurrota a`yun).
Kata Paduka Sang Nata (pupuh 4 baris pertama) adalah sebutan leluhur bagi Tuhan YME, sebagai Paduka Sang Hyang Girinata. Artinya, Tuhan YME sebagai pengatur dan penguasa jagat raya semesta ciptaan-Nya. Simplifikasi dari Paduka Sang Hyang Girinata menjadi Paduka Sang Nata adalah konsekwensi dari hokum gurulagu dan guruwilangan dalam penulisan tembang macapat jawa.
Sedangkan untuk kata gomobudho (pupuh 4 baris terakhir) saya menggunakan konversi Gusti Kanjeng Sunan Prawoto atau Bathoro Guru. Beliau menyatakan bahwa “ran agomo budho tegese anganggep budi, jatinipun Budho Islam podo ugo”. Jadi gomobudho dalam keseluruhan teks ini tak lain adalah Islam. Namun Islam yang mengutamakan kemuliaan akhlak budi pekerti dan tindakan yang rohmatan lil `alamiin. Bukan agama Islam yang formalistik yang jauh dari firman Tuhan YME (Sabdo Palon). Rupanya Gusti Kanjeng Shri Sultan Browijoyo V sudah menerangai akan terjadinya dekadensi akhlak di kalangan orang muslim Nuswantoro dan atau Jawa.
Berikutnya adalah kalimat Lawon Sapto Ngesthi Aji (pupuh 7). Ini adalah sebuah condrosengkolo. Lawon = mori = kain suci = 7, Sapto = 7, Ngesthi = bakti = permohonan = 8, Aji = haji = 1. Secara kalimat berarti “ permohonan tertinggi dari tujuh orang ulama` ”. Namun kalimat ini juga berarti “ permohonan agung dari seluruh ulama` ”. karena sapto juga berarti banyak sekali atau keseluruhan. Sebagai penunjuk bilangan ia memberi arti 7781 = 1877 saka = 1955 Masehi.
Sedangkan kata Sri Bupati (pupuh 16 baris ke-empat) lazimnya penafsir mengartikan kata dengan Shri Sultan Browijoyo V. Padahal sebutan ini menunjukkan lapisan pemimpin yang berbeda. Ia gunakan untuk menyebut para pemimpin secara umum, yang menghadapi khalayak masyarakat secara langsung.
-------
Dikutip dari:
https://mujahadahistiqomahselapanan.wordpress.com/
0 Komentar